Minggu, 10 Juli 2011

"Happy birthday, mother . . ."

Selamat ulang tahun, Mah.
Waktu itu benar-benar cepat, ini ucapanku yang ke-sekian untuk mendo'akan Mamah yang terbaik.
Semoga mamah diberikan umur yang panjang oleh Allah SWT untuk menyaksikanku wisuda, mengantarkanku menuju pernikahan, dan menjadi tempatku menimba ilmu membangun keluargaku sendiri nanti. Dan sampai aku tua nanti, Mamah masih tetap ada disampingku, adikku, dan suamimu.

Semoga Mamah selalu diberikan kesehatan lahir dan bathin. Karena kesehatanmu, adalah kesehatanku juga.

Semoga Allah melimpahkan rezeki yang tak henti-hentinya padamu. Selama ini Mamah selalu bekerja keras untuk menghidupi keluargamu, semoga uang yang kau keluarkan untuk memenuhi kebutuhanku, Allah lipat gandakan dengan rezeki yang lebih besar.

Semoga Allah TETAP menjadikanmu hamba-Nya yang tak kenal lelah, hamba-Nya yang selalu tegar dalam menghadapi cobaan, dan hamba-Nya yang selalu berbagi. Mamah adalah sumber inspirasiku, untuk selalu kuat.
Selamat ulang tahun, Mah.
Maaf aku pernah membuatmu sedih dan khawatir.
Aku, Fadhil, dan Bapa, selalu mendo'akanmu yang terbaik.
We love you . . .

Kamis, 07 Juli 2011

REVIEW: Demi Lovato “Skyscraper”

Taken from : http://demilovatodaily.com/

With an incredible voice and two great albums under her belt, Demi Lovato reportedly headed into studio right after exiting a treatment centre, a smart move on her end. She had months of experiences to write and sing about. How well would they translate to song, though? Well, based on “Skyscraper,” the first offering from her upcoming third album, they translated fantastically. Co-written by Estonian “bubblegoth” singer, Kerli, and producer, Toby Gad (Selena Gomez “A Year Without Rain”, Fergie “Big Girls Don’t Cry”), “Skyscraper” seems like it was tailor made for Demi. With heartbreaking, yet optimistic lyrics placed over minimal yet emotionally effective production, the song seemed like the perfect opportunity for Lovato to emote, and emote, she certainly does.

"Skies are crying, I am watching, she whispers in the first verse. “Catching teardrops in my hands.” Strangely befitting, she sounds vulnerable, almost broken, over a bare, piano-only backdrop. As the second verse resounds (“As the smoke clears, I awaken,”) she’s already regained most of her confidence and composure as the beat picks up, yet there’s still a hint of fragility in her voice, which diminishes as the song goes on. Until we reach the finale, that is; the final chorus.

The chorus in “Skyscraper” is arguably the best thing about the song. The creme de la creme, if you will. Heartbreaking yet optimistic, catchy yet powerful in substance, it stays with you for all the right reasons.

"You can take everything I have, you can break everything I am, like I’m made of glass, like I’m made of paper,” she dares us. “Go on and try to bring me down, I will be rising from the ground,” she then proclaims. “Like a skyscraper, like a skyscraper.”

The final rendition, however, is all the more mesmerizing. Openly weeping by the end of the song, it gives Lovato the edge to transform from Disney princess into fully-fledged, true musician. “Skyscraper” is a triumph for Demi Lovato in every sense; a triumphant return to the music industry, a triumphant return to prominence, and, above all, a triumphant emergence from the ashes.


Rabu, 06 Juli 2011

"We DO have a choice . . "

Malam kemarin saya lagi-lagi nonton film Spiderman 3. Peter Parker bilang, "We always DO have a choice in life."
Dan apa yang diucapkan-nya benar. Ketika kita terpaksa memilih sesuatu dengan alasan, "Aku ga punya pilihan lagi." coba pikirkan, pada saat kita memilih 'sesuatu' itu, apakah itu bukan pilihan yang kita ambil?
Sebenarnya jika memang benar-benar tidak ada pilihan, bukankah YES atau NO itu selalu ada? Bukankah MAJU atau MUNDUR itu selalu tersedia kapan pun kita ingin mengambil salah satunya?

Itu yang saya pelajari dari kata-kata Peter Parker.
Pernah saat itu saya mengambil pilihan yang saya kira "Tidak ada lagi pilihan selain itu." dan saya berakhir dengan menyesali pilihan yang saya ambil, dan saya mulai menyalahkan diri saya sendiri karena telah memilih keputusan itu, lagi-lagi dengan alasan "Tidak ada lagi pilihan . . "
Tapi jika ditelaah lagi, kita benar-benar selalu punya pilihan. Saat itu saya punya 2 pilihan, mengambil keputusan itu, atau tidak sama sekali.

Biasanya orang-orang beralasan, "Tidak ada lagi pilihan . . ." karena mereka terlalu takut untuk berhenti begitu saja, atau takut untuk mengambil keputusan lain yang dapat berdampak buruk. Padahal, bagaimana pun, seberapa pun, seburuk apa pun pilihan yang kita ambil, ya itulah keputusan kita, itulah pilihan kita, dari situ kita bisa belajar untuk bertanggung jawab pada diri sendiri.

Sekali pun kita akhirnya menyesal karena telah mengambil pilihan itu, setidaknya kita bisa STAND UP FOR OURSELVES. Jika dampaknya baik, itu suatu kebahagiaan tersendiri, dan jika berdampak buruk, It's time for move on and keep trying our best, guys.
Maka nya ada phrase, "Hidup itu piliha
n, take it, or leave . . ."